Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Definisi Addendum

Pengertian Definisi Addendum - Definisi Addendum ialah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti ekstra klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya tetapi secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu.

Berdasarkan keterangan dari Frans Satriyo Wicaksono, SH dalam kitab “Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak” dilafalkan jika pada ketika kontrak dilangsungkan ternyata ada hal-hal yang belum begitu diatur dalam kontrak tersebut, dapat dilaksanakan musyawarah untuk sebuah mufakat yang yang belum ditata. Ketentuan atau hal-hal yang belum ditata tersebut mesti dituangkan dalam format tertulis sama halnya dengan kontrak yang sudah dibuat.

Pengaturan ini umum dinamakan dengan addendum atau amandemen Biasanya klausula yang menata tentang addendum disematkan pada unsur akhir dari sebuah perjanjian pokok. Namun bilamana hal itu tidak disematkan dalam perjanjian, addendum tetap dapat dilaksanakan sepanjang terdapat kesepakatan diantara semua pihak, dengan tetap memperhatikan peraturan pasal 1320 KUH Perdata. Belum ada dalil yang tentu mengenai teknik addendum lebih dipilih dipakai daripada menciptakan perjanjian baru untuk evolusi dan atau peningkatan isi dari sebuah perjanjian. Namun patut diperkirakan bahwa urusan itu semata karena dalil kepraktisan serta lebih menghemat waktu serta biaya.

1.Dasar Yuridis Perubahan UUD 1945

MPR mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berpedoman pada peraturan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menata prosedur per-ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diputuskan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan pulang dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tertera dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959.

Sebelum mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998 menarik keluar Ketetapan MPR Nomor IV/ MPR/1983 mengenai Referendum yang mewajibkan terlebih dahulu penyelenggaraan referendum secara nasional dengan persyaratan yang demikian susah sebelum dilaksanakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh MPR. Putusan Majelis tersebut sejalan dengan kehendak untuk mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan memakai aturan yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar tersebut sendiri, yakni Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 mengenai Referendum yang menata tentang tata teknik perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak cocok dengan teknik perubahan laksana yang ditata pada Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.Kesepakatan Dasar dalam Perubahan UUD 1945

Tuntutan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada mula era reformasi (pertengahan tahun 1998) terus berkembang, baik oleh masya-rakat, pemerintah maupun oleh kekuatan sosial politik, ter-masuk partai politik. Tuntutan tersebut kemudian diperjuangkan oleh fraksi-fraksi MPR. Selanjutnya, MPR menyusun Badan Pekerja MPR untuk mengemban tugas mempersiapkan rancangan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Badan Pekerja MPR lantas membentuk Panitia Ad Hoc III (pada masa sidang tahun 1999) dan Panitia Ad Hoc I (pada masa sidang tahun 1999-2000, tahun 2000-2001, tahun 2001-2002, dan tahun 2002-2003).

Rancangan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu yang pertama kalinya dipersiapkan oleh Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja dalam masa-masa yang paling singkat. Namun, proses dan persiapannya telah dilangsungkan lama sebelumnya. Dengan tekad, semangat, dan komitmen serta kebersamaan semua fraksi MPR serta sokongan yang demikian besar dari masyarakat, pemerintah, dan sekian banyak  komponen bangsa lainnya, dalam jangka waktu yang cukup singkat Panitia Ad Hoc III sudah merumuskan rancangan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah hasil kerja Panitia Ad Hoc III tersebut dipungut putusan dalam rapat Badan Pekerja MPR, pelajaran rancangan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dikemukakan kepada Sidang Umum MPR tahun 1999 untuk dibicarakan dan dipungut putusan. Dalam forum permusyawaratan itu MPR sudah menghasilkan putusan berupa Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam rapat-rapat Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR masa sidang 1999 sebelum hingga pada kesepakatan tentang materi rancangan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati dua hal, yakni kesepakatan sehingga langsung mengerjakan perubahan tanpa memutuskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlebih dahulu dan kesepakatan dasar antarfraksi MPR dalam mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar.

Sebelum mengawali pembahasan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Panitia Ad Hoc III terlebih dahulu mengerjakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pakar hukum tata negara untuk membicarakan topik apakah perlu memutuskan terlebih dahulu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum mengerjakan perubahan ataukah langsung mengerjakan perubahan tanpa mesti memutuskan terlebih dahulu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada rapat dengar pendapat umum tersebut hadir dua pendapat pakar hukum tata negara. Di satu pihak terdapat pendapat bahwa sebelum dilaksanakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terlebih dahulu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mesti diputuskan sesuai dengan peraturan Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pihak lainnya berasumsi bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak butuh ditetapkan, namun langsung saja dilaksanakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menurut peraturan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan diskusi mendalam mengenai urusan tersebut dan setelah memperhatikan masukan dari pakar hukum tata negara, Panitia Ad Hoc III menyepakati langsung mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebab Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah diputuskan berlaku dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Selanjutnya, evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan oleh MPR dengan mempergunakan peraturan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ialah prestasi dan simbol perjuangan serta kebebasan bangsa dan negara Indonesia sekaligus men-jadi hukum dasar tertulis, dalam mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, fraksi-fraksi MPR perlu memutuskan kesepakatan dasar supaya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki arah, tujuan, dan batas yang jelas. Dengan demikian, dapat ditangkal kemungkinan terjadinya ulasan yang melebar ke mana-mana atau terjadinya per-ubahan tanpa arah. Di samping itu, evolusi yang dilaksanakan merupakan penjabaran dan penegasan cita-cita yang terdapat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesepakatan dasar tersebut menjadi koridor dan platform dalam mengerjakan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada ketika itu, fraksi-fraksi MPR telah menyepakati bahwa evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengganggu eksis-tensi negara, namun untuk membetulkan dan menyempurnakan penyelenggaraan negara supaya lebih demokratis, seperti disempurnakannya sistem saling memantau dan saling mengimbangi (checks and balances) dan disempurnakannya pasal-pasal tentang hak asasi manusia. Konsekuensi dari kesepakatan itu ialah perubahan dilaksanakan terhadap pasal-pasal, bukan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Di tengah proses ulasan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Panitia Ad Hoc I merangkai kesepakatan dasar sehubungan dengan evolusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesepakatan dasar tersebut terdiri atas lima butir, yaitu:

1.tidak mengolah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.tetap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3.mempertegas sistem pemerintahan presidensial;

4.Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif bakal dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh);

5.melakukan evolusi dengan teknik addendum.
close